Tuesday, July 30, 2013

Aku rindu sungaiku


Siang ini, kita berempat  berencana untuk mandi bareng disungai sepulang sekolah. Yeyy….seruu banget panas-panas gini bisa langsung nyebur kesungai yang dalamnya sedaguku (red: saat aku masih 5tahun), beramai-ramai bersama teman laki-laki yang lain. Ga ada kata risih untuk mandi bareng bersama teman laki-laki, karena pemikiran kita masih sangat polos dengan gaya sok asik ala anak-anak. Air sungai dibelakang rumahku sangat jernih dan arusnya deras, tapi aman kok. Yah…itu 18 tahun yang lalu, saat sungai belakang rumah ku masih jernih, bersih, dalam, dan mengalir deras .
Kini, usia ku sudah menginjak 23 tahun. Banyak perubahan yang terjadi dibelakang rumah selama 18 tahun kebelakang. Tiada lagi sungai jernih, tiada lagi sungai bersih, tiada lagi sungai yang dalam dengan arus yang deras. Yang ada hanyalah hanyutan pampers, sampah kertas, plastic, organic yang nyangkut dipinggiran sungai hingga menghalangi arus yang harusnya deras. Dari dulu budaya membuang sampah disungai sangat akrab buatku. Bahkan sampai detik ini pun budaya itu masih langgeng. Hingga pernah suatu hari aku protes sama bunda karna masih aja nyuruh aku buang sampah kesungai. Tapi bunda menghiraukan laranganku, katanya buang sampah kesungai itu engga ribet, ga harus nyuruh orang buat ngambil sampah kita tiap minggu, dan kita juga engga harus bayar iuran bulanan untuk pemungut sampah yang ngambil tiap pagi.
Banjir sudah menjadi langganan tipa tahunnya, warga desaku menganggap itu sudah biasa. Banjir langganan dianggap proses alamiah tiap musim hujan tiba. Padahal sudah jelas itu dikarenakan pola hidup kita yang tidak bersih, budaya kita yang masih membuang sampah disungai membuat aliran sungai terhambat dan pendangkalanpun tidak bisa terelakkan.