Diskusi 2 bulan yang lalu tentang materi Profesi Pendidikan mengingatkan aku dengan sebuah fenomena baru di kalangan mahasiswa. Saat sesi tanya jawab dibuka oleh moderator, salah satu temanku ada yang bertanya tentang fenomena touring oleh mahasiswa di saat libur semester yang sekarang lagi heroik.
Entah sejak kapan dan siapa yang memulai, rutinitas ini semakin sering digelar saat libur semester genap yang identik dengan hibernasinya para mahasiswa. Dulu touring ke alam bebas biasanya dilakukan oleh komunitas Pecinta Alam ( PA ) di masing-masing kampus, persiapan yang dilakukan pun sangat matang dan tidak kalah pentingnya.
Musim-musim ini banyak PA dadakan yang tiba-tiba mencintai alam dengan modus masing-masing. Alhasil para PA dadakan ini tidak begitu banyak persiapan baik logistik maupun fisik, Kadang logistik pun terkesan tidak diperhitungkan demi kenyamanan saat hiking. Dan fisik tidak sebegitu dilatih. Perbekalan materi tentang bagaimana bertahan di alam bebas juga kurang, sehingga kadang apa-apa yang mereka persiapkan tidak sesuai dengan kondisi alam saat itu.
in a one side, aku sangat bangga saat anak-anak muda Indonesia ingin lebih jauh mengenali negerinya. but in other side, aku juga sangat khawatir ketika banyak orang yang hiking bisa menimbulkan malasah baru untuk alam kita. Dengan motto " jangan mengambil apapun kecuali gambar, dan jangan meninggalkan apapun kecuali jejak" sayup-sayup terdengar sangat patriotis, tapi sejauh pengalaman ku hiking ke Ranu kumbolo, masih banyak aku temui beberapa sampah plastik bungkus coklat, bungkus mie instan dan bungkus permen tercecer di sepanjang jalan setapak itu. Apakah itu ulah PA sebenarnya?... -dan ketika aku berada di dekat danau di kaki gunung semeru ini, aku bertemu dengan salah satu kelompok PA yang sedang memunguti sampah tissue dan plastik yang ditinggalkan para hiker sebelumnya. Tanpa rasa jijik, tissue itu mereka punguti dengan senjata sebilah kayu dan kantong plastik untuk mengumpulkan sampah yang nantinya akan dibawa lagi ke bawah. Intinya,semakin banyak manusia, semakin banyak sampah.
Aku adalah salah satu korban "Nature Fever", tapi aku banyak belajar dari sini. Sepanjang mata melihat dan sejauh kaki melangkah, aku merinding betapa sulit untuk menjaga semua ini. Dan yang paling sulit adalah bagaimana mempertahankan alam ini untuk terus tumbuh secara alami meski semakin banyak orang menjejakkan kaki.
Andai saja para " Nature Fever" ini punya rasa patriotisme yang tinggi, mungkin mereka bisa lebih menghargai alam. Setidaknya mereka malu dengan pendidikannya, kaena aku yakin, para hiker itu adalah orang-orang berpendidikan yang notabene sudah dibekali cerita tentang keindahan negeri ini dan bagaimana sulitnya mempertahankan negeri ini menjadi " The Real Indonesia Merdeka".
No comments:
Post a Comment